Jumat, 18 Januari 2013

permainan oray-orayan


Nama: Imam Mahdi rizaldy
Kelas: 1EA20
Npm : 13212632

PERMAINAN ORAY-ORAYAN
Permainan ini untuk anak-anak dengan jumlah anak sekitar 20 orang, dilakukan di tempat terbuka yang luas. Menggunakan dialog tanya jawab di antara pemain dan nyanyian-nyanyian tidak ada unsur pertandingan, hanya sebagai hiburan pengisi waktu. Permainan ini melatih kecekatan, kesiagaan dan keterampilan berkelompok. Masih dilakukan dibeberapa daerah di Jawa Barat. Permainan ini dimainkan beberapa anak perempuan maupun lelaki di lapangan terbuka. Para pemain saling memegang ujung baju bagian belakang teman didepannya untuk membentuk barisan panjang. Pemain terdepan berusaha menangkap pemain yang paling belakang yang akan menghindar, sehingga barisan bergerak-meliuk-liuk seperti ular, tetapi barisan itu tidak boleh terputus. mereka meliuk-liuk dan bernyanyi “ Oray-orayan, luar leor mapay sawah. Entong ka sawah, parena keur sedeng beukah. Oray-orayan, luar leor mapay kebon. Entong ka kebon, loba barudak keur ngangon. Mending ge teuleum, di leuwi loba nu mandi. Saha anu mandi, anu mandina pandeuri. Yang artinya ” (Bergerak seperti ular, meliuk-liuk nyisir sawah. Jangan pergi ke sawah, padinya sedang menguning. Bergerak seperti ular, meliuk-liuk nyisir kebun. Jangan ke kebun, banyak anak sedang mengangon ternak. Lebih baik menyelam, di sungai banyak yang mandi. Siapa yang mandi, yang terakhir yang mandi) “.
Saat lagu berakhir, anak yang berada di paling depan  biasanya dipanggil “hulu” yang artinya kepala harus menangkap anak yang berada di paling belakang (buntut yang artinya ekor). Anak yang berada diantara mereka harus menjaga ekor dengan cara bergerak dan meliuk-liuk sambil berpegangan pada pundak temannya. Permainan ini juga bisa  berakhir ketika ekor telah tertangkap. Permainan dapat dimulai kembali dengan membentuk formasi baru. Pada permainan ini  anak-anak tidak hanya memperoleh kesenangan tetapi juga belajar untuk tetap kompak, memimpin, bertanggung jawab, melindungi dan mendukung.

Kamis, 17 Januari 2013

permainan congklak


Nama : Imam Mahdi Rizaldy
Kelas : 1EA20
Npm  : 13212632

PERMAINAN CONGKLAK
Permainan congklak ini dibutuhkan dua orang dan itu biasanya perempuan dan laki-laki maupun dewasa ataupun anak-anak.Permainan congklak ini terbuat dari kayu atauplastik, congklak ini sedikit berbentuk kaya perahu panjangnya sekitar 75cm dan lebarnya sekitar 15cm. Congklak bagian kanan dan kiri disebut induk yang berdiameter sekitar 5cm dan pada setiap lubangnya terdiri dari 16 lubang setiap deret mempunyai 7 buah lubang yang dapat diisi dengan kerang ,biji-bijian ataupun kelereng sebanyak 7 buah. Papan congklak ini bisa di warnai dengan warna apa saja yang kita inginkan.
Cara permainannya dengan mengambil biji-bijian dari induk kita dan di isi dengan 7 lubang dengan biji-bijian sebanyak 7 buah. Sisanya di taruh lagi ke induk nya jangan di buang dan di taruh nya ke induk kita jangan ke induk lawannya, Jika biji terakhir jatuh di lubang yang terdapat biji-bijian lain maka bijian tersebut diambil lagi untuk diteruskan mengisi lubang-lubang yang selanjutnya. Begitu seterusnya sampai biji terakhir jatuh kelubang yang kosong. Jika biji terakhir tadi jatuh pada lubang yang kosong maka giliran pemain lawan yang melakukan permainannya. Permainan ini juga bisa berakhir jika biji-bijian yang terdapat di lubang yang kecil telah habis di masukan ke lubang induk. bagi yang menangdapat ditentukan dengan cara siapa yang paling banyak mengumpulkan biji-bijian tersebut di tempat lubang induk miliknya. Permainan congklak ini bisa mengatur sarana strategi dan kecermatan




suku cirebon


Nama : Imam Mahdi Rizaldy

NPM   : 13212632

Kelas  : 1EA20

 

Suku Cirebon

Suku Cirebon, adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di provinsi Jawa Barat, yang mendiami kota Cirebon dan tersebar di kabupaten Cirebon, terdapat juga di kabupaten Indramayu, kabupaten Majalengka wilayah "Pakaleran", dan juga di kabupaten Kuningan, kabupaten Subang, kabupaten Krawang, hingga ke wilayah kabupaten Brebes provinsi Jawa Tengah. Populasi suku Cirebon ini diperkirakan lebih dari 1,9 juta orang.

Keberadaan suku Cirebon di wilayah provinsi Jawa Barat diapit oleh dua budaya besar yang mendominasi wilayah di sekitar kediaman suku Cirebon, yaitu budaya suku Sunda dan suku Jawa. Sehingga sering dipertanyakan kepada masyarakat Cirebon, apakah suku Cirebon termasuk bagian dari sub-suku Sunda atau menjadi bagian dari sub-suku Jawa.

Orang Cirebon merasa bahwa orang Cirebon adalah suatu suku bangsa tersendiri, tidak masuk ke kelompok suku manapun. Selain itu nama-nama khas orang Cirebon juga berbeda dengan nama-nama khas orang Sunda ataupun orang Jawa. Sedangkan kalau dilihat dari bahasa yang digunakan oleh orang Cirebon, bahwa bahasa Cirebon berbeda dengan bahasa Sunda atau Jawa, walaupun banyak menyerap perbendaharaan kata dari bahasa Sunda dan Jawa. Selain itu bahasa Cirebon juga menyerap perbendaharaan kata dari bahasa Arab, China dan Belanda. Pengaruh Sunda dalam bahasa Cirebon karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka.


Pada mulanya keberadaan Etnis atau Orang Cirebon selalu dikaitkan dengan keberadaan Suku Sunda dan Jawa, namun kemudian eksistensinya mengarah pada pembentukan budaya tersendiri. Masyarakat suku Cirebon memiliki budaya ragam Batik Pesisir yang tidak mengikuti pakem jawa, karena Batik Cirebon memiliki ciri khas tersendiri yang sering disebut sebagai Batik Pedalaman yang lebih bercorak Islam, sesuai dengan tradisi Keraton Cirebon pada abad ke-15 yang berlandaskan Islam.. 

Keberadaan orang Cirebon sebagai "suku", sepertinya sudah diakui, karena dalam sensus penduduk telah tersedia kolom khusus bagi suku Cirebon, hal ini berarti keberadaan suku Cirebon telah diakui secara nasional sebagai sebuah suku tersendiri.

Masyarakat suku Cirebon hampir seluruhnya memeluk agama Islam. Agama Islam masuk dan berkembang dalam masyarakat Cirebon sejak abad 15. Tradisi budaya suku Cirebon banyak dipengaruhi oleh budaya Islam.

Kajian Linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon adalah sebuah dialek. Namun dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003, mengakui bahwa bahasa Cirebon sebagai sebuah bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek.


Masyarakat suku Cirebon, saat ini memiliki beragam profesi, tapi pada umumnya mereka hidup sebagai petani pada tanaman padi di lahan sawah. Mereka juga menanam jagung dan sayur-sayuran, juga berbagai buah-buahan. Beberapa dari mereka memilih profesi sebagai nelayan. Di luar itu banyak dari mereka yang telah bekerja di kantor pemerintah dan kantor-kantor swasta. Bidang profesi lain, adalah sebagai pedagang, guru, buruh harian dan lain sebagainya.